Meneropong Arah Perubahan

SIGAPNEWS.CO.ID - Mayoritas kita, pasti menyepakati kondisi kita sedang tidak baik. Tak perlu bukti ataupun data ilmiah, cukup dengan yang kita rasakan dan terlihat di sekeliling kita.
Terlebih dalam 10 bulan terakhir di masa pandemi, meski disebut NNL (new normal life), aktivitas ekonomi berjalan, namun pemenuhan kebutuhan hidup tetap saja senjang. Sudah banyak pihak yang tidak percaya rezim sekarang akan bisa mengubah keadaan negeri ini menjadi baik.
Utang luar negeri yang kian bertambah, korupsi tidak berkurang pesimis untuk diselesaikan. Biaya layanan publik terus mahal, ketidakadilan hukum makin tampak, bahkan hukum dikendalikan penguasa.
Siapa yang ditangkap, siapa yang dibiarkan, tergantung kepentingan penguasa. Ulama dan aktivis yang lantang mengkritik kebijakan penguasa, cepat ditangkap. Penguasa menebar ketakutan bagi siapa saja yang kritis.
Di tengah ketidakadilan dan kezaliman rezim yang terus mendera, masih ingat berita pulangnya seorang Habib dirasa umat sebagai titik cerah. Sosok ulama yang diharap menjadi pemimpin yang akan menggantikan rezim korup dan zalim, yang akan mengubah keadaan bangsa, menebar keadilan, dan membangkitkan.
Sambutan kegembiraan umat seperti menjadi sinyal bahwa ulama yang menjadi representasi syariat Islamlah yang diinginkan umat. Ya, sebenarnya umat sudah menginginkan perubahan.
Namun demikian, benarkah solusi untuk negeri ini cukup dengan mengganti rezim dengan seorang ulama? Mungkinkah syariat Islam bisa diterapkan dengan sempurna dalam bentuk negara seperti hari ini? Perubahan hakiki yang bagaimana yang ditetapkan Islam, dan bagaimana umat harus melakukannya?
Hanya saja, menggagas perubahan tentu tak seperti membalik telapak tangan. Meski perubahan merupakan fitrah, tapi arah perubahan bisa benar, bisa salah.
Indonesia sendiri telah melewati beberapa kali momentum perubahan. Mulai dari yang damai hingga yang berdarah-darah. Tapi apa yang terjadi? Kondisi Indonesia tak pernah bertambah baik! Malah sebaliknya, kian hari kian bertambah parah.
Masalahnya, bangsa ini belum punya visi jelas tentang arah perubahan. Berbagai momentum perubahan selalu berkutat pada target pergantian orang. Sementara yang menjadi akar persoalan justru tetap dipertahankan.
Perubahan hakiki sejatinya membutuhkan tiga hal. Pertama, adanya pemahaman terhadap realitas masyarakat yang bobrok berikut akar masalahnya. Kedua, adanya pemahaman mengenai bentuk kehidupan (konstruksi) masyarakat yang ideal yang seharusnya diwujudkan. Ketiga, paham bagaimana road map/peta jalan perubahan yang harus dilakukan.
Untuk yang pertama, siapa pun sudah bisa menangkapnya dengan jelas. Namun yang kedua dan ketiga, tampak belum mengkristal. Wajar jika arah perubahan yang digagas sering kali tak jelas arah dan cenderung asal berubah. Bahkan umat sering kali jadi korban pembodohan yang berujung kekecewaan.
Read more info "Meneropong Arah Perubahan" on the next page :
Editor :Esti Maulenni